Wednesday, October 10, 2012

Gairah Virni


Hari itu langit sudah menguning saat aku dan Virni tiba di rumahnya seusai main tenis bersama. Berhubung jalan ke rumahku masih macet karena jam bubar, maka Virni mengajakku untuk singgah di rumahnya dulu daripada terjebak macet. Di pekarangan rumah Virni yang cukup luas itu nampak beberapa kuli bangunan sedang sibuk bekerja, kata Virni disana akan dibangun kolam ikan lengkap dengan paviliunnya. Perhatian mereka tersita sejenak oleh dua gadis yang baru turun dari mobil, yang terbalut pakaian tenis dan memperlihatkan sepasang paha mereka yang mulus dan ramping. Virni dengan ramah melemparkan senyum pada mereka, aku juga nyengir membalas tatapan nakal mereka. Mama Virni mempersilakanku masuk dan menyuguhi kue-kue kecil plus minumannya. Aku langsung menghempaskan pantatku ke sofa dan menyandarkan raketku di sampingnya, minuman yang disuguhkan pun langsung kusambar karena letih dan haus.

Setengah jam pertama kami lewati dengan ngerumpi tentang masalah kuliah, cowok, dan seks sambil menikmati snack dan menonton TV. Lalu Mama Virni keluar dari kamarnya dengan dandanan rapi menandakan dia akan keluar rumah.

“Vir, Mama titip bayarannya tukang-tukang itu ke kamu ya, Mama sekarang mau ke arisan,” katanya seraya menyerahkan amplop pada Virni.


“Yah Mama jangan lama-lama, ntar kalau Citra pulang, Virni sendirian dong, kan takut,” ujarnya dengan manja (waktu itu papanya sedang di luar kota, adik laki-lakinya, Viry sudah 2 tahun kuliah di US dan pembantunya, Mbok Par masih mudik).


Akhirnya kami ditinggal berdua di rumah Virni yang besar itu. Aku sih sebenarnya sudah mau pulang dan mandi sehabis bermain tenis, tapi Virni masih menahanku untuk menemaninya. Sebagai sobat dekat terpaksa deh aku menurutinya, lagian aku kan tidak bawa mobil. Di halaman depan tampak para tukang itu sudah beres-beres, ada pula yang sudah membersihkan badan di kamar mandi belakang.


Melihat mereka sudah bersih-bersih, akupun jadi kepingin menyegarkan badanku yang sudah tidak nyaman ini. Akupun mengajak Virni mandi bareng, tapi dia menyuruhku mandi saja duluan di kamar mandi di kamarnya, nanti dia akan menyusul sesudah para tukang selesai dan membayar uang titipan Mamanya pada mereka, sekalian menghabiskan rokoknya yang tinggal setengah. Akupun meninggalkannya dia yang sedang menonton TV di ruang tengah menuju ke kamarnya. Di kamar mandi aku langsung menanggalkan pakaianku lalu kuputar kran shower yang langsung mengucurkan airnya mengguyur tubuh bugilku. Air hangat 

memberiku kesegaran kembali setelah seharian berkeringat karena olahraga, rasa nyaman itu kuekspresikan dengan bersenandung kecil sambil menggosokkan sabun ke sekujur tubuhku. 15 menit kemudian aku sudah selesai mandi, kukeringkan tubuhku lalu kulilitkan handuk di tubuhku. Aku sudah beres, tapi anehnya Virni kok belum muncul juga, bahkan pintu kamarpun tidak terdengar dibuka, padahal dia bilang sebentar saja.
Aku ingin meminjam bajunya, karena bajuku sudah kotor dan bau keringat, maka aku harus bilang dulu padanya.

“Vir..Vir, sudah belum, saya mau pinjam baju kamu nih!!,” teriakku dari kamar.
Tidak terdengar jawaban dari seruanku itu, ada apa ya pikirku, apakah dia sedang di luar meninjau para tukang jadi suaraku tidak terdengar? Waktu aku lagi bingung sendirian begitu terdengarlah pintu diketuk.
“Nah, ini dia baru datang,” kataku dalam hati.


Akupun menuju ke pintu dan membukanya sambil berkata
“Huuh.. lama banget sih Vir, lagian ngapain pake ngetok..!!,” rasa kaget memotong kata-kataku begitu melihat beberapa orang pria sudah berdiri diambang pintu. Dua diantaranya langsung menangkap lenganku dan yang sebelah kanan membekap mulutku dengan tangannya yang besar.

Belum hilang rasa kagetku mereka dengan sigap menyeretku kembali ke dalam kamar. Aku mulai dapat mengenali wajah-wajah mereka, ternyata mereka adalah para kuli bangunan di bawah tadi, semuanya ada 4 orang.

“Apa-apaan ini, lepasin saya.. tolong..!!,” teriakku dengan meronta-ronta.
Tapi salah seorang dari mereka yang lengannya bertato dengan tenangnya berkata, “Teriak aja sepuasnya neng, di rumah ini sudah nggak bakal ada yang denger kok.”


Mendengar itu dalam pikiranku langsung terbesit ‘Virni’, ya mana dia, jangan-jangan terjadi hal yang tidak diinginkan padanya sehingga aku pun makin meronta dan menjerit memanggil namanya. Tak lama kemudian masuklah Virni, tangannya memegang sebuah handycam Sony model terbaru. Sejenak aku merasa lega karena dia baik-baik saja, tapi perasaanku lalu menjadi aneh melihat Virni menyeringai seram.

“Vir.. apa-apaan nih, mau ngapain sih kamu?,” tanyaku padanya.

Tanpa mempedulikan pertanyaanku, dia berkata pada para kuli bangunan itu,
“Nah, bapak-bapak kenalin ini temen saya Citra namanya, dia seneng banget dientot, apalagi kalau dikeroyok, jadi silakan dinikmati tanpa malu-malu, gratis kok!,”


Dia juga memperkenalkan para kuli itu padaku satu-persatu. Yang lengannya bertato adalah mandornya bernama Imron, usianya sekitar 40-an, dia dipanggil bos oleh teman-temannya. Di sebelah kiriku yang berambut gondrong sebahu dan kurus tinggi bernama Kirno, usianya sekitar 30-an. Yang berbadan paling besar diantara mereka sedang memegangi lengan kananku bernama Tarman, sebaya dengan Imron, sedangkan yang paling muda kira-kira 25-an bernama Dodo, wajahnya paling jelek diantara mereka dengan bibir agak monyong dan mata besar. Keempatnya berbicara dengan logat daerah Madura.


“Gila kamu Vir.. lepasin saya ah, edan ini sih!,” aku berontak tapi dalam hatiku aku justru ingin melanjutkan kegilaan ini.

“Tenang Ci, ini baru namanya surprise, sekali-kali coba produk kampung dong,” katanya menirukan ucapanku waktu mengerjainya di vila dulu. Habis berkata bibirnya dengan cepat memagut bibirku, kami berciuman beberapa detik sebelum dia menarik lepas mulutnya yang bersamaan dengan menghentakkan handuk yang melilit tubuhku. Mereka bersorak kegirangan melihat tubuh telanjangku, mereka sudah tidak sabar lagi untuk menikmatiku


“Wah.. nih tetek montok banget, bikin gemes aja!,” seru si Tarman sambil meremas payudara kananku.
“Ini jembut nggak pernah dicukur yah lebat banget!,” timpal si Kirno yang mengelusi kemaluanku yang ditumbuhi bulu-bulu lebat itu, dengan terus mengelus Kirno lalu merundukkan kepalanya untuk melumat payudaraku yang kiri. Sementara di belakangku, si Dodo berjongkok dan asyik menciumi pantatku yang sekal, tangannya yang tadinya cuma merabai paha mulus dan bongkahan pantatku mulai menyusup ke belahan pantatku dan mencucuk-cucukkan jarinya di sana.


Di hadapanku Pak Imron melepaskan pakaiannya, kulihat tubuhnya cukup berisi tapi perutnya agak berlemak, penisnya sudah mengacung tegak karena nafsunya. Dia meraba-raba kemaluanku, si Kirno yang sebelumnya menguasai daerah itu bersikap mengalah, dia melepaskan tangannya dari sana agar mandornya itu lebih leluasa. Wajahnya mendekati wajahku, dia menghirup bau harum dari tubuhku.

“Hhmmhh.. si non ini sudah wangi, cantik lagi!,” pujinya sambil membelai wajahku.
“Iya bos, emang di sini juga wangi loh!,” timpal si Dodo di tengah aktivitasnya menciumi daerah pantatku.
Diperlakukan seperti itu bulu kudukku merinding, sentuhan-sentuhan nakal pada bagian-bagian terlarangku membuatku serasa hilang kendali. Gerak tubuhku seolah-olah mau berontak namun walau dilepas sekalipun saya tidak akan berusaha melarikan diri karena tanggung sudah terangsang berat. Merasa sudah menaklukkanku, kedua kuli di samping melonggarkan pegangannya pada lenganku.


Adegan panas ini terus direkam Virni dengan handycamnya sambil menyoraki kami.
“Aahh.. jangan.. Vir, jangan disyuting.. ngghh.. matiin handy.. hhmmhh..!!,” kata-kataku terpotong oleh Pak Imron yang melumat bibirku dengan bernafsu. Aku yang sudah horny membalas ciumannya dengan penuh gairah.


“Acchh.. ahhkk.. cckk” bunyi mulut dan lidah kami beradu. Aku makin menggeliat kegelian ketika si Kirno menaikkan lenganku dan menciumi ketiakku yang tak berbulu.


“Ayo Ci, gaya kamu ok banget, pasti lebih heboh dari bokepnya Itenas nih,” Virni menyemangati sambil mencari sudut-sudut pengambilan gambar yang bagus. Dia fokuskan kameranya ketika aku sedang diciumi Pak Imron, saat bersilat lidah hingga liur kami menetes-netes. Badanku bergetar sepeti kesetrum dan tanpa sadar kubuka kedua pahaku lebih lebar sehingga membuka lahan lebih luas bagi lidah Dodo bermain main di lubang anusku, juga jari-jari yang mengocok-ngocok vaginaku, aku tidak dapat melihat jelas lagi jari-jari siapa yang mengelus ataupun keluar-masuk di sana saking hanyutnya dalam birahi.


Mereka menggiring dan mendudukkanku di tepi ranjang. Kirno dan Tarman mulai melepas pakaian mereka, sedangkan Dodo entah sejak kapan dia melepaskan pakaiannya, karena begitu kulihat dia sudah tidak memakai apa-apa lagi. Kini mereka berempat yang sudah bugil berdiri mengerubungiku dengan keempat senjatanya ditodongkan di depan wajahku. Aku sempat terperangah melihat penis mereka yang sudah mengeras itu, semuanya hitam dan besar, rata-rata berukuran 17-20cm.

“Ayo non, tinggal pilih mau yang mana duluan,” kata Pak Imron.
Aku meraih penis Pak Tarman yang paling panjang, kubelai dan kujilati sekujur permukaannya termasuk pelirnya, kemudian kumasukkan ke mulut dan kuemut-emut.
“Heh, jangan cuma si Tarman aja dong non, saya kan juga mau nih,” tegur si Kirno seraya menarik tanganku dan menempelkannya pada penisnya .
“Iya nih, saya juga,” sambung si Dodo menarik tanganku yang lain.

“Mmhh.. eenngg..!,” gumamku saat menyepong Pak Tarman sambil kedua tanganku menggenggam dan mengocok penis Dodo dan Kirno. Sambil menikmati penis-penis itu, mendadak kurasakan kakiku direnggangkan dan ada sesuatu di bawah sana. Oh, ternyata Pak Imron berjongkok di hadapan selangakanku. Tangannya membelai paha mulusku dan berhenti di vaginaku dimana dia membuka bibirnya lalu mendekatkan wajahnya kesana. Kurasakan lidahnya mulai menyentuh dinding vaginaku dan menari-nari disana. Sungguh luar biasa kenikmatan itu, aku pun semakin liar, aku membuka pahaku lebih lebar agar Pak Imron lebih leluasa menikmati vaginaku. Hal itu juga berpengaruh pada kocokan dan kulumanku yang makin intens terhadap ketiga pria yang sedang kulayani penisnya. Mereka mengerang-ngerang merasakan nikmatnya pelayanan mulutku secara bergantian. Saking sibuknya aku sampai tidak tahu lagi tangan-tangan siapa saja yang tak henti-hentinya menggerayangi payudaraku.

Setelah cukup dengan pemanasan, mereka membaringkan tubuhku di tengah ranjang. Pak Imron langsung mengambil posisi diantara kedua pahaku siap untuk memasukkan penisnya kepadaku, tanpa ba-bi-bu lagi dia mulai menancapkan miliknya padaku. Ukurannya sih tidak sebesar milik Pak Tarman, tapi diameternya cukup lebar sesuai bentuk tubuhnya sehingga vaginaku terkuak lebar-lebar dan agak perih. Virni mendekatkan kameranya pada daerah itu saat proses penetrasi yang membuatku merintih-rintih. Pak Imron mulai menghentak-hentakkan pinggulnya, mulanya pelan tapi semakin lama goyangannya semakin kencang membuat tubuhku tersentak-sentak. Teman-temannya juga tidak tinggal diam, mereka menjilati, mengulum, dan menggerayangi sekujur tubuhku. Si Dodo sedang asyik menjilat dan mengeyot payudaraku, terkadang dia juga menggigit putingku. Pak Tarman menggelikitik telingaku dengan lidahnya sambil tangannya meremasi payudaraku yang satunya. Sementara tangan kananku sedang mengocok penis si Kirno. Pokoknya bener-bener rame rasanya deh, ya geli, ya nikmat, ya perih, semua bercampur jadi satu.

Aku mengerang-ngerang sambil mengomeli Virni yang terus merekamku
“Awww.. awas kamu Vir ntar.. saya.. aahh.. liat aja.. oohh.. ntar!,”
“Yaah, kamu masa kalah sama Indah Ci, dia aja sudah ada bokepnya, sekarang saya juga mo bikin yang kamu nih,” ujarnya dengan santai “Hmm.. judulnya apa yah, Citra cewek A*****, wah pasti seru deh!”


Kini sampailah aku pada saat yang menentukan, tubuhku mengejang hebat sampai menekuk ke atas disusul dengan mengucurnya cairan cintaku seperti pipis. Si Kirno juga jadi ikut mengerang karena genggamanku pada penisnya jadi mengencang dan kocokanku makin bersemangat. Pak Imron sendiri belum memperlihatkan tanda-tanda akan klimaks, kini dia malah membalikkan tubuhku dalam posisi dogy tanpa melepas penisnya. Dia melanjutkan genjotannya dari belakang.


Waktu aku masih lemas dan kepalaku tertunduk, tiba-tiba si Dodo menarik rambutku dan penisnya sudah mengacung di depan wajahku. Akupun melakukan apa yang harus kulakukan, benda itu kumasukkan dalam mulutku. Kumulai dengan mengitari kepalanya yang seperti jamur itu dengan lidahku, serta menyapukan ujung lidahku di lubang kencingnya, selanjutnya kumasukkan benda itu lebih dalam lagi ke mulut dan kukulum dengan nikmatnya. Tentu saja hal ini membuat si Dodo blingsatan keenakan, penisnya ditekan makin dalam sampai menyentuh kerongkonganku, bukan cuma itu dia juga memaju-mundurkan penisnya sehingga aku agak kelabakan. Setiap kali Pak Imron menghujamkan penisnya penis Dodo semakin masuk ke mulutku sampai wajahku terbenam di selangkangannya, begitupun sebaliknya ketika Dodo menyentakkan penisnya di mulutku, penis Pak Imron semakin melesak ke dalamku. Pak Tarman yang menunggu giliran berlutut di sampingku sambil meremas payudaraku yang menggantung. Pak Imron mendekati puncak, dia mencengkam pinggulku erat-erat sambil melenguh nikmat, genjotannya semakin cepat sampai akhirnya menyemburkan cairan putih pekat di rahimku.

Sesudah Pak Imron mencabut penisnya, si Dodo mengambil alih posisinya. Namun sebelum sempat memulai, si Kirno menyela:
“Kamu dari bawah aja Do, masak dari tadi aku ngerasain tangannya aja sih, aku pengen ininya nih!,” katanya sambil mencucukkan jarinya ke anusku sehingga aku menjerit kecil.
Merekapun sepakat, akhirnya aku menaiki penis si Dodo yang berbaring telentang, benda itu masuk dengan lancarnya karena vaginaku sudah licin oleh cairan kewanitaanku ditambah lagi mani Pak Imron yang banyak itu. Kemudian dari belakang Kirno mendorong punggungku ke depan sehingga pinggulku terangkat. Aku merintih-rintih ketika penisnya melakukan penetrasi pada anusku.

“Uuhh.. waduhh.. sempit banget nih lubang!,” desahnya menikmati sempitnya anusku.
Kedua penis ini mulai berpacu keluar-masuk vagina dan anusku seperti mesin. Dodo yang berada dibawah menciumi leher depanku dan meninggalkan bekas merah.

“Ooohh.. aahh.. eenngghh,” suara lirih keluar dari mulutku setiap kali kedua penis itu menekan kedua liang senggamaku dengan kuat.

Disebelahku kulihat Virni sudah mulai dikerjai Pak Imron dan Tarman yang sudah tidak sabar karena penisnya belum kebagian jatah lubang dari tadi. Virni terus mensyutingku walaupun tangan-tangan jahil itu terus menggerayanginya, sesekali dia mendesah. Tangan Pak Tarman menyusup lewat bawah rok tenisnya dan kaos putihnya sudah disingkap oleh Pak Imron. Dengan cekatan, Pak Imron membuka kait BH-nya menyebabkan BH yang melingkar di dadanya itu jatuh, dan terlihatlah buah dada Virni yang montok dengan puting kemerahan yang mencuat. Pak Tarman langsung melumat yang sebelah kiri sambil tangannya menggosok-gosok kemaluannya dari luar, yang sebelah kiri diremas Pak Imron sambil menciumi lehernya. Ikat rambut Virni ditariknya hingga rambut indahnya tergerai sampai punggung.

“Aaahh.. jangan sekarang Pak.. sshh,” desah Virni dengan suara bergetar.

Thursday, June 30, 2011

Fantasy di Akhir Pekan - 2

Saat hampir seluruhnya keluar kemudian kutekan lagi ke depan. Berikutnya aku benar-benar keluarkan penisku dan menggodanya, mengoleskan kepalanya saja pada lubang anusnya. Lalu benar-benar kusingkirkan menjauh dan melesakkan batang penisku kembali kedalam lubang anusnya. Aku bergerak maju mundur dengan cepat. Pelan, cepat, pelan dan keras. Tak terlalu lama orgasmeku mulai naik. Dia pasti dapat merasakannya karena dia mulai memainkan tangannya pada vaginanya, berusaha untuk meraih orgasmenya sendiri. Untung saja dia mendapatkannya sebelum aku.

Saat kurasakan orgasmenya segera meledak, aku bergerak semakin liar. Pantatnya bergoyang dalam setiap hentakan. Dia mulai mengerang dengan keras seiring hentakanku terhadapnya. Tak kuhentikan gerakanku saat orgasme merengkuhnya, milikku segera datang! Kudorong diriku sejauh yang kubisa dan membiarkan spermaku bersarang dalam lubang anusnya. Isteriku berteriak saat orgasme datang padanya secara berkesinambungan seiring ledakan spermaku yang kuberikan padanya. Akhirnya, aku selesai, tapi dia mendapatkan orgasme sekali lagi saat kepala penisku keluar dari jepitan lubang anusnya.

Isteriku membersihkan tubuhku lalu mendorongku keluar dari kamar mandi. Aku melangkah ke kamar kami dan berganti pakaian. Baru saja aku selesai memakai pakaian saat isteriku keluar dari kamar mandi dan muncul dalam kamar.

"Tadi benar-benar indah" katanya.
"Mungkin kita harus mengulanginya lagi nanti. Sekarang keluarlah dan nonton TV."

*****

Anak-anakku, tanpa Cindy pulang tak lama kemudian. Semuanya bertingkah normal. Aku lihat pertandingan bola, dan mereka melakukan apa yang biasa mereka kerjakan di hari Minggu sore.

Sisa seminggu itu normal-normal saja. Gadis-gadis pergi ke sekolah dan Isteriku pergi kerja seperti biasanya. Tak ada seorangpun yang bicara atau menanyakan tentang kejadian minggu lalu. Isteriku terlalu letih tiap malamnya sepulang dia kerja. Anak-anakku juga bersikap seperti tak pernah terjadi apapun. Aku jadi mulai berpikir apakah itu hanya khayalanku atau aku bermimpi tentang itu?

Saat aku pulang kerja di hari Jum'at, anak-anaku meminta ijinku apa temannya boleh menginap nanti malam. Cindy ingin meghabiskan kembali akhir minggunya bersama kami dan Eva ingin temannya Ami bermalam juga. Aku suka Ami. Dia anggun. Kalau saja aku masih remaja, aku pasti akan mengajaknya kencan. Dia, seperti Eva, memiliki sosok sempurna. Bedanya Ami memiliki wajah yang dapat membuatnya dengan mudah jadi seorang model kalau dia mau.

Malam harinya semuanya pergi tidur lebih awal. Mereka benar-benar ingin lepas dari rutinitas hariannya, baik itu sekolah atau kerja. Saat kami bangun hari Sabtunya, semua orang memintaku untuk mengadakan pesta kebun. Maka, isteriku maengajak mereka semua pergi ke toko untuk belanja. Aku beristirahat sejenak kemudian pergi mandi. Ada kerjaan menungguku saat mereka pulang nanti.

Saat mereka akhirnya pulang, sepertinya mereka memborong semua barang-barang di toko. Aku bilang pada mereka kalau hanya aku saja yang memasak pasti tak akan selesai. Bisa kacau jadinya. Akhirnya mereka bersedia berbagi tugas. Dengan semua belanjaan yang mereka borong, memerlukan hampir dua jam untuk memasaknya. Badanku bau asap dan terasa sangat letih. Saat aku masuk kedalam rumah, tak ada seorangpun di ruang keluarga ataupun dapur.

"Hey! Dimana kalian?" teriakku, "Saatnya makan!"
"Ya!" kudengar jawaban dari kamar Irma. Tapi tak ada seorangpun yang datang untuk makan.
"Hey, kalian sedang apa sih? Apa nggak ada yang mau makan?" tanyaku jengkel.
"Ada!" kembali hanya jawaban yang kudengar dari kamar Irma.

Aku mendekat ke kamar Irma dan ternyata pintunya sedikit terbuka. Saat aku menengok kedalam, kulihat para gadis dengan berbagai posisi tanpa pakaian. Kudorong pintunya agar lebih terbuka.

"Apa yang kalian lakukan?"
"Sedang menunggu Papa." Eva menjawab dan mendekat lalu menarik tanganku agar masuk.
"Kami membiarkan Papa minggu kemarin, tapi akhir pekan ini Papa tak akan dapat lolos dengan mudah."
"Sudah Papa bilang. Mama kalian akan membunuhku!" tangkisku.
"Tidak, aku tak akan melakukannya!" kudengar suara isteriku saat kulihat dia mengangkat kepalanya di antara paha Irma.
"Gadis-gadis ini menginginkanmu! Bisa apa aku menolak mereka?"

Eva menarik tanganku ke tengah kamar. Baru kemudian aku sadar kalau dia tak mengenakan selembar benangpun. Kupandangi tubuhnya. Apa yang kusaksikan ini jauh lebih baik dari yang kubayangkan. Payudaranya besar tapi kencang dengan putingnya yang menunggu untuk segera dihisap.

"Bisa apa aku menolak mereka?" pikirku saat aku rendahkan tubuhku dan mulai menghisap puting itu.

Kurasakan puting Eva membesar dalam mulutku, lalu kutaruh diantara gigiku dan mulai menggigitnya pelan. Saat aku sedang sibuk dengan itu kurasakan ada tangan yang menarik turun resletingku. Lalu tangan itu merogoh kedalam celana dalamku dan mengeluarkan penisku. Aku melihat ke bawah dan kudapati Ami sedang mengarahkan penisku ke mulutnya dan segera saja dihisapnya. Kutelusuri lekuk tubuh Irma dengan tanganku sampai pada vaginanya yang tak berambut, dan menyelipkan jariku padanya. Dapat kurasakan kehangatan dalam vaginanya dan basah saat jariki kutekankan masuk dengan pelan. Aku berusah untuk mendorongnya lebih dalam lagi, tapi terasa ada yang menahan gerakanku. Eva memandangku..

"Ya, Eva masih perawan, dan jari Papa adalah benda pertama yang memasuki vagina Eva. Eva harap penis Papalah yang kedua." aku membungkuk dan mencium Eva, bibir kami seakan melebur bersama, sebuah ciuman yang sempurna.

Sementara itu, Ami masih mengoralku. Usahanya jelas berdampak padaku. Aku melihat kebawah, kepalanya bergerak maju mundur pada batang penisku. Aku tak ingin mengeluarkan sperma pertamaku dalam mulut Ami sedangkan ada pilihan lainnya. Vagina perawan Eva dihadapanku. Maka kukeluarkan penisku dari mulut Ami.

"Kita dapat melanjutkannya nanti." kataku padanya.

Kudorong Eva ke tempat tidur, menindihnya dengan lembut. Kucium dia lagi lalu ciumanku bergerak ke sekujur tubuh telanjangnya. Kujilati lehernya, dan kutinggalkan bekas disana agar dia mengingat kejadian indah ini nantinya. Kemudian aku bergerak ke dadanya, menghisapi putingnya. Ini mengakibatkan beberapa lenguhan keluar dari mulutnya. Saat kugigit lembut putingnya dan punggungnya terangkat sedikit keatas karena terkejut. Lalu turun ke perutnya hingga akhirnya bermuara pada vaginanya yang tak berambut.

Kupandangi sejenak lalu kubenamkan hidungku pada celahnya. Aroma yang keluar dari vaginanya semakin membuatku mabuk. Saat kugantikan hidungku dengan lidah, akibatnya jadi jauh lebih baik lagi. Saat ujung lidahku merasakan untuk pertama kalinya hampir saja membuatku orgasme! Eva telah basah dan siap untuk aksi selanjutnya. Penisku membesar dan keras hanya dengan membayangkan apa yang segera menantiku didepan wajahku ini.

Ciumanku bergerak keatas dan berlabuh dalam lumatan bibirnya lagi seiring dengan kepala penisku yang menguak beranda keperawanannya. Eva mengalungkan lengannya dileherku dan menjepit pinggangku dengan kakinya saat aku berusaha untuk memasukinya lebih dalam lagi. Dapat kurasakan kehangatan yang menyambut kepala penisku. Aku tak dapat menahannya lebih lama. Eva sangat panas, basah dan rapat!

Pelan namun pasti kutingkatkan tekananku pada vaginanya. Dapat kurasakan bibirnya melebar menyambutku, ke-basahannya mengundangku masuk. Kehangatan vaginanya membungkus kepala penisku saat aku menyeruak masuk. Aku terus menekan kedalam dengan pelan meskipun aku ingin segera melesakkannya kedalam dengan cepat seluruh batang penisku. Akhirnya dapat kurasakan dinding keperawanannya, batas akhirnya sebagai seorang gadis untuk menjadi seorang wanita seutuhnya. Kupandangi dia tepat di mata.

"Sayang, ini akan sedikit sakit, tapi Papa janji sakitnya hanya sebentar saja." kurasakan kakinya menjepit pinggangku lebih rapat saat aku merobek pertahanan akhirnya. Akhirnya jebol juga dinding itu.
"Aargh! Gila! Sakit, Pa!" katanya dengan mata yang berkaca-kaca. Vaginanya mencengkeram batang penisku, ototnya bereaksi pada penyusup dan rasa sakit.
"Tenang sayang, sakitnya akan segera hilang." dan kuteruskan menekan ke dalam sampai akhirnya terbenam semua di dalamnya. Aku diam sejenak, membiarkannya untuk beradaptasi.
"Gimana? Udah baikan?" tanyaku. Dia anggukkan kepalanya.
"Aku hanya merasa penuh, rasanya aneh. Tapi juga terasa enak berbarengan."

Aku mulai menarik dengan pelan, hanya beberapa inchi, dan kemudian mendorongnya lagi dengan lembut. Aku khawatir menyakitinya, tapi dalam waktu yang sama aku tak ingin segera menembakkan spermaku. Aku ingin menikmati rasa vaginanya selama mungkin. Kurasa dia mulai dapat menikmatinya, kepalanya mendongak ke atas dan matanya terpejam.

Kupercepat kocokanku, menariknya hampir keluar dan menekannya masuk kembali dengan pelan, menikmati rasa sempit vaginanya pada penisku. Eva mulai memutar pinggulnya seiring hentakanku. Tempo dan nafsu kami semakin meningkat cepat. Kurendahkan tubuhku dan mencium lehernya dan bahunya. Tiap gerakan tubuh kami mengantarku semakin dekat pada batas akhir.

"Ya Pa! Ya! Rasanya Eva hampir sampai!"
"Papa juga sayang!" Dan kulesakkan ke dalamnya untuk yang terakhir kali. Menekan berlawanan arah dengannya mencoba sedalam mungkin saat kuledakkan sperma semprotan demi semprotan kedalam vaginanya. Dapat kurasakan cairan kami bercampur dan meleleh keluar dari vaginanya menuju ke buah zakarku.

Tubuh Eva bergetar di bawahku, tangan dan kakinya mendorongku merapat padanya. Pelan kutarik dan kudorong lagi semakin dalam padanya saat persediaan spermaku akhirnya benar-benar kosong. Kutatap matanya lalu menciumnya.

"Eva, ini adalah seks terbaik yang pernah Papa dapatkan." aku lupa kalau kami tak sendirian dikamar ini.
"Aku dengar itu!" kata isteriku.
"Kita akan lihat apa kita bisa mengubah anggapanmu itu!"

Dengan para gadis-gadis itu dalam kamar ini, aku sadar 'kesenanganku' baru saja akan dimulai.

Fantasy di Akhir Pekan

Fantasy di Akhir Pekan

Aku dan istriku tak pernah memiliki apa yang anda biasa sebut dengan kehidupan seks yang menarik. Saat kami melakukan seks, biasanya hanya dalam posisi yang wajar saja. Irama kehidupan seks kami yang boleh kukatakan membosankan itulah, aku mulai berfantasi tentang 'hal dan orang lain'. Untuk bahan fantasiku, aku membiasakan menonton film porno di malam hari setelah semua orang di rumah tidur.

Yang mengejutkanku, kebanyakan film porno itu selalu melibatkan seorang gadis muda. Dalam usia kepala tiga, aku tak pernah memikirkan wanita yang lebih muda sampai aku menyaksikan film-film itu. Aku sadar kalau ternyata gadis-gadis muda sangatlah panas.

Hal lain yang menarik perhatianku adalah kenyataan kalau permainan lesbian sangat populer. Aku mulai tertarik dengan gadis muda yang mencumbui vagina gadis muda lainnya yang lembut, basah, dan biasanya tak berambut.

Melihat film-film itu untuk berfantasi mulai mengubah kehidupanku. Aku mempunyai tiga orang anak gadis yang beranjak remaja. Aku mulai memperhatikan mereka, kulihat cara mereka berpakaian, cara jalannya, dan segala tingkah laku mereka. Mereka menjadi obsesiku sendiri! Kuamati lebih detil saat mereka bangun pagi untuk melihat putingnya yang mengeras di balik pakaian tidur mereka. Kunikmati puting mereka yang terayun saat mereka berjalan-jalan dalam rumah. Aku terus mengamati mereka sampai semuanya beranjak menjadi seorang gadis muda yang sempurna.

Yang tertua adalah Irma. Dia mempunyai puting yang paling besar, branya mungkin D-cup atau lebih besar. Dia sesungguhnya tak terlalu cantik, tapi enak dipandang. Aku yakin teman-teman cowoknya banyak yang memperhatikan dadanya. Irma juga mempunya pantat yang kencang dan besar. Tapi meskipun dia yang paling tua di antara saudara-saudaranya, dia sering bertingkah seperti gadis berusia separuh umurnya.

Yang paling muda Tia. Tia mungkin yang paling cantik di antara ketiganya. Masalahnya adalah dia pemalas, hanya duduk dan tak mengerjakan apa pun sepanjang waktu. Jadi pantatnya menjadi melebar..? Putingnya baru mulai tumbuh. Dan di samping itu dia tomboy, aku jadi mempertanyakan jenis kelaminnya. Dia lebih suka berada di antara cowok daripada cewek.

Eva yang di tengah, di antara anak-anakku, bentuk tubuhnya lah yang terbagus. Bagiku, dia mempunyai tubuh dalam fantasiku. Dia memiliki tubuh yang sempurna dengan bra B-cupnya, atau C-cup kecil. Rambutnya yang panjang hingga melewati bahunya, dan matanya selalu nampak mempesona. Masalahnya dia yang paling bandel. Selalu membuat masalah. Dia juga sadar kalau dia punya tubuh yang bagus dan selalu memakai pakaian yang memperlihatkan hal itu. Di antara anak-anakku, Eva lah yang jadi bahan fantasi utamaku. Setiap kali aku menyetubuhi istriku, Eva lah yang ada dalam benakku!

Kisah ini bermula dengan Irma dan temannya Cindy. Cindy setahun lebih muda, tapi mereka sangat akrab. Cindy selalu menginap di rumah kami setidaknya sekali sebulan. Cindy sangat kurus, dadanya kecil, tapi sangat manis.

*****

Suatu malam saat Cindy menginap, aku mulai melihat film porno seperti biasa. Suaranya kumatikan jadi aku dapat mendengar kalau ada orang yang mendekat. Lagipula aku dengar suara berisik dari kamar Irma. Kupikir mereka sedang sibuk dengan urusan gadis remaja dan begadang sampai pagi ngomongin tentang cowok dan sekolah, atau apapun yang menjadi urusan gadis seusia mereka. Entah bagaimana suara yang kudengar tak lagi seperti orang yang sedang ngobrol. Kadang kudengar suara erangan.. Yang lama-lama cukup keras juga.

Aku mendekat ke pintu kamar Irma dan lebih mendengarkan apa yang tengah terjadi. Dan benar! Itu suara erangan dan cukup berisik! Kalau saja pintunya tak tertutup pasti kedengaran sampai luar dengan jelas. Lalu aku dengar teriakan kenikmatan.

Kudorong pintunya sedikit terbuka. Apa yang kulihat didalam sangat mengejutkanku. Cindy dan Irma berbaring di lantai dengan Tia diantara mereka. Kepala Cindy berada diantara paha Irma dan kepala Tia ada di sela paha Irma..

Setelah mataku dapat menyesuaikan dengan kegelapan kamar itu, kulihat dada Irma bergerak naik turun dengan cepat karena nafasnya. Putingnya ternyata lebih besar dari yang kubayangkan. Tangannya memelintir putingnya sendiri saat Cindy menjilati kelentitnya dan dua jarinya yang terbenam pada vagina Irma. Mata Irma terpejam dalam kenikmatan yang diberikan Cindy.

Aku terus memperhatikan mereka hingga paha Irma mencengkeram kepala Cindy dan terlihat sepertinya dia akan 'memecahkan' putingnya sendiri saat dia mendapatkan orgasmenya pada wajah Cindy. Kelihatannya Cindy juga telah orgasme dalam waktu yang sama, karena dia mengangkatkan kepalanya dari paha Irma dengan cairan vagina yang menetes jatuh di pipinya seiring dengan tubuhnya yang mengejang dan kudengar sebuah umpatan keluar dari bibirnya. Aku terkejut mundur saat kurasakan ada tubuh yang menekan punggungku. Saat kutengok, kulihat Eva sedang berdiri di depanku. Eva memandangku dengan mata indahnya dan bertanya..

"Apa Papa menikmatinya?" lalu dia melihat ke bawah dan meremas penisku yang sudah keras.
"Tak perlu dijawab, aku bisa lihat dan rasa Papa menikmatinya."
"Kenapa Papa tak lepas saja celana Papa dan bergabung dengan kami?" tanyanya bersamaan dengan tangannya yang bergerak masuk dalam celanaku dan mulai meremas penisku dengan pelan.

Dan sepertinya aku tak menginginkan hal lain selain ikut bergabung dengan anak-anakku, tapi..

"Papa nggak bisa, Mama kalian akan membunuh Papa." Aku dengar suara Irma saat aku mulai menjauhi mereka.
"Papa nggak tahu apa yang Papa lewatkan!"

Sedihnya, aku tahu apa yang telah kulewatkan. Aku telah melewatkan kesempatan untuk mendapatkan tak hanya satu, tapi empat gadis muda yang panas. Fantasiku hampir saja jadi nyata.

Aku pergi ke kamarku dan berbaring disamping isteriku. Biasanya saat aku dan isteriku melakukan hubungan seks terasa hambar. Kali ini saat aku merangkak ke atas tubuhnya, kusetubuhi dia dengan keras dan cepat. Aku keluar dalam beberapa menit saja, baru saja kukeluarkan penisku..

"Bagaimana denganku?" kudengar isteriku bertanya dan memegang penisku yang masih keras.

Dia bergerak naik di atasku dan segera memasukkan kembali penisku dalam vaginanya. Ini pertama kalinya dia berinisiatif. Dan kupikir ini juga pertama kalinya dia di atas. Isteriku bergerak naik turun dan dapat kurasakan tangannya yang mempermainkan kelentitnya saat dia bergerak diatasku.

Melihat isteriku yang berusaha meraih orgasmenya membuatku terangsang kembali. Kuremas payudarnya, kubayangkan yang berada dalam genggamanku adalah milik Irma. Kupelintir putingnya diantara jariku, keras dan lebih keras lagi, tak mungkin menghentikan aku. Dia menggelinjang kegelian, tangannya semakin menekan kelentitnya. Ini pertama kalinya kurasakan cairan vagina isteriku menyemprot padaku. Orgasmenya kali ini terhebat dari yang pernah didapatkannya. Aku jadi berpikir apa dia benar-benar puas dengan kehidupan seks kami sebelumnya.

Isteriku mulai melemah. Aku belum keluar kali ini, jadi kugulingkan tubuhnya kesamping dan segera menindihnya. Langsung kuhisap putingnya dengan bernafsu. Kusetubuhi dia dengan kekuatan yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Aku mulai merasakan orgasmeku akan segera meledak. Saat puncakku semakin dekat, kugigit putingnya sedikit lebih keras, yang membawanya pada orgasmenya. Dan saat kurasakan dinding vaginanya berkontraksi pada penisku, kutembakkan spermaku jauh didalam tubuhnya untuk kedua kalinya dalam tiga puluh menit ini. Kuturunkan tubuhku dari atasnya.

"Tadi sungguh hebat" kata isteriku.
"Seharusnya kamu lebih sering seperti tadi."

*****

Saat aku bangun keesokan harinya, isteriku sudah tak ada di sampingku. Tiba-tiba kejadian tadi malam kembali terbayang. Kupejamkan mataku menikmatinya dan tanganku bergerak kebawah mulai mengocok penisku yang mengeras. Aku hampir saja mendapatkan orgasmeku saat kudengar..

"Kenapa Papa tak membiarkan kami saja yang melakukan untuk Papa?"

Kubuka mataku segera dan terkejut saat melihat Irma dan Cindy berdiri di pintu kamarku. Orgasmeku tak dapat kucegah seiring dengan bayangan wajah Cindy yang belepotan dengan cairannya Irma yang melintas di benakku.

"Ups, terlambat!" kata Irma saat mereka meninggalkan kamar.

Aku langsung bangkit dan segera mandi. Aku hampir selesai mandi saat tiba-tiba isteriku membuka pintu kamar mandi dan menyelinap masuk.

"Anak-anak sudah pergi. Ayo bersenang-senang."

Isteriku berjongkok di depanku dan memasukkan penisku yang masih loyo ke mulutnya. Penisku mulai membesar dalam mulutnya karena rangsangan lidahnya yang bergerak liar. Penisku makin membesar dan kurasakan kepala penisku meluncur masuk ke tenggorokannya. Dia tak menariknya keluar dan bibirnya semakin ditekankan ke rambut kemaluanku. Lalu kurasakan dia mulai menelan, gerakan tenggorokannya serasa ombak hangat yang basah pada penisku. Dan hal ini pertama kalinya bagi kami juga. Rasanya sungguh dahsyat, sesuatu yang belum pernah kualami. Isteriku mempunyai keahlian yang disembunyikan dariku.

Pelan-pelan dikeluarkannya penisku dari tenggorokannya lalu dimasukkannya lagi seluruhnya. Dia menatapku dengan penisku yang terkubur dalam mulutnya dan dengan pelan dikeluarkannya lagi.

"Kamu menyukainya sayang?" tanyanya.

Sebelum aku dapat menjawabnya dia melakukan hal itu lagi, menelanku seluruhnya. Dia mulai menggerakkanya keluar masuk dalam mulutnya, dan tetap memandangku saat dia melakukan itu. Isteriku mulai menaikkan temponya hingga aku tak dapat menahannya lebih lama lagi saat tiba-tiba dia berhenti..

"Hei, hei, tunggu dulu bung. Belum waktunya. Lubangku yang lain perlu dimasuki, tahu." katanya.

Isteriku berdiri dan berputar. Dia membungkuk di depanku, merapatkan pantatnya padaku. Penisku terjepit di lubang anusnya maka kuarahkan pada vaginanya.

"Siapa suruh mengalihkan senjatamu?" tanyanya.
"Kembalikan ke tempat semula!"

Dia meraihnya dan lalu mengembalikan penisku ke anusnya, sesuatu yang pernah kulakukan sebelumnya, tapi tidak dengannya. Pelan-pelan dia mendorong pantatnya ke belakang. Kulihat barangku jadi bengkok karena tekanan itu, kepala penisku mulai membelah lubang anusnya, tapi belum masuk. Kemudian tiba-tiba masuk begitu saja, hanya kepalanya saja.

Dia mengerang. Lalu, dia terus menekan ke belakang dan memperhatikan aku memasukkan batang penisku seluruhnya. Aku tak dapat menolak rangsangan ini, kuraih pinggangnya dan mendorong lebih keras lagi untuk memastikan aku telah memasukinya seutuhnya. Kuputar pinggangku, memastikan dia dapat merasakan setiap mili senjataku didalamnya, aku terpukau akan pemandangan penisku yang terkubur dalam lubang anusnya. Lalu perlahan aku bergerak mundur.

Bagian 2.....

Monday, October 20, 2008

RINI KEPONAKAN PEMBANTUKU

RINI KEPONAKAN PEMBANTUKU YANG NAKAL
(Bagian 1)


Kisah ini kembali terulang ketika keluarga gw membutuhkan seorang pembantu lagi. Kebetulan saat itu mbak Dian menganjurkan agar keponakannya Rini yang bekerja disini, membantu keluarga ini. Mungkin menurut ortu gw dari pada susah susah cari kesana kesini, gak pa pa lah menerima tawaran Dian ini. Lagian dia juga sudah cukup lama berkerja pada keluarga ini. Mungkin malah menjadi pembantu kepercayaan keluarga kami ini.

Akhirnya ortu menyetujui atas penawaran ini dan mengijinkan keponakannya untuk datang ke Jakarta dan tinggal bersama dalam keluarga ini.

Didalam pikiran gw gak ada hal yang akan menarik perhatian gw kalau melihat keponakannya. “Paling paling anaknya hitam, gendut, trus jorok. Mendingan sama bibinya aja lebih enak kemutannya.” Pikir gw dalam hati.

Sebelum kedatangan keponakannya yang bernama Rini, hampir setiap malam kalau anggota keluarga gw sudah tidur lelap. Maka pelan pelan gw ke kamar belakang yang memang di sediakan keluarga untuk kamar tidur pembantu. Pelan pelan namun pasti gw buka pintu kamarnya, yang memang gw tahu mbak Dian gak pernah kunci pintu kamarnya semenjak kejadian itu. Ternyata mbak Dian tidur dengan kaki mengangkang seperti wanita yang ingin melahirkan. Bagaimanapun juga setiap gw liat selangkangannya yang di halus gak di tumbuhi sehelai rambutpun juga. Bentuknya gemuk montok, dengan sedikit daging kecil yang sering disebut klitoris sedikit mencuat antara belahan vagina yang montok mengiurkan kejantanan gw.

Perlahan lahan gw usap permukaan
vagina mbak Dian yang montok itu, sekali kali gw sisipin jari tengah gw tepat ditengah vaginanya dan gw gesek gesekan hingga terkadang menyentuh klitorisnya. Desahan demi desahan akhirnya menyadarkan mbak Dian dari tidurnya yang lelap. “mmmm....sssshh.....oooohh, Donn... kok gak bangun mbak sih. Padahal mbak dari tadi tungguin kamu, sampai mbak ketiduran.” Ucap mbak Dian sama gw setelah sadar bahwa vaginanya disodok sodok jari nakal gw. Tapi mbak Dian gak mau kalah, tanpa diminta mbak Dian tahu apa yang gw paling suka. Dengan sigap dia menurunkan celana pendek serta celana dalam gue hingga dengkul, karena kejantanan gw sudah mengeras dan menegang dari tadi. Mbak Dian langsung mengenggam batang kejantanan gw yang paling ia kagumi semenjak kejadian waktu itu.

Dijilat
jilat dengan sangat lembut kepala kejantanan gw, seakan memanjakan kejantanan gw yang nantinya akan memberikan kenikmatan yang sebentar lagi ia rasakan. Tak sesenti pun kejantanan gw yang gak tersapu oleh lidahnya yang mahir itu. Dikemut kemut kantong pelir gw dengan gemasnya yang terkadang menimbulkan bunyi bunyi “plok.. plok”. Mbak Dian pun gak sungkan sungkan menjilat lubang dubur gw. Kenikmatan yang mbak Dian berikan sangat diluar perkiraan gw malam itu. “Mbak....uuuh, enak banget mbak. Trus mbak nikmatin kont*l saya mbak.” Guyam gw yang udah dilanda kenikmatan yang sekarang menjalar. Semakin ganas mbak Dian menghisap kont*l gw yang masuk keluar mulutnya, ke kanan kiri sisi mulutnya yang mengesek susunan giginya. Kenikmatan yang terasa sangat gak bisa gw ceritain, ngilu. Hingga akhirnya pangkal unjung kont*l gw terasa ingin keluar. “Mbak... Donny mau keluar nih...” sambil gw tahan kont*l gw didalam mulutnya, akhirnya gw muncratin semua sperma didalam mulut mungil mbak Dian yang berbibir tipis itu.

“Croot... croot... Ohhh... nikmat banget mbak mulut mbak ini, gak kalah sama mem*k mbak Dian.

Namun kali ini mbak Dian tanpa ada penolakan, menerima
muncratan sperma gw didalam mulutnya. Menelan habis sperma yang ada didalam mulutnya hingga tak tersisa. Membersihkan sisa sperma yang meleleh dari lubang kencing gw. Tak tersisa setetespun sperma yang menempel di batang kont*l gw. Bagaikan wanita yang kehausan di tengah padang gurun sahara, mbak Dian menyapu seluruh batang kont*l gw yang teralirkan sperma yang sempat meleleh keluar dari lubang kencing gw. Lalu dengan lemas aku menindih tubuhnya dan berguling ke sisinya. Merebahkan tubuh gw yang sudah lunglai itu dalam kenikmatan yang baru tadi gue rasakan.

“Donn... mem*k mbak blom dapet jatah... mbak masih pengen nih, nikmatin sodokan punya kamu yang berurat panjang besar membengkak itu menyanggah di dalam mem*k mbak....” pinta mbak Dian sambil memelas. Mengharapkan agar gw mau memberikannya kenikmatan yang pernah ia rasakan sebelumnya.

“Tenang aja mbak... mbak pasti dapat kenikmatan
yang lebih dari pada sebelumnya, karena punya saya lagi lemes, jadi sekarang mbak isep lagi. Terserak mbak pokoknya bikin adik saya yang perkasa ini bangun kembali. Oke.”

Tanpa kembali menjawab
perintah gw. Dengan cekatan layaknya budak seks. Mbak Dian menambil posisi kepalanya tepat di atas kont*l gw, kembali mbak Dian menghisap hisap. Berharap keperkasaan gw bangun kembali. Segala upaya ia lakukan, tak luput juga rambut halus yang tumbuh mengelilingi batang kont*l gw itu dia hisap hingga basah lembab oleh air ludahnya.

Memang gw akuin kemahiran pembantu gw yang satu ini hebat sekali dalam memanjakan kont*l gw didalam mulutnya yang seksi ini. Alhasil kejantanan gw kembali mencuat dan mengeras untuk siap bertempur kembali. Lalu gw juga gak mau lama lama seperti ini. Gw juga mau merasakan kembali kont*l gw ini menerobos masuk ke dalam mem*knya yang montok gemuk itu. Mengaduk ngaduk isi mem*knya. Gw memberi aba aba untuk memulai ke tahap yang mbak Dian paling suka. Dengan posisi women on top, mbak Dian mengenggam batang kont*l gue. Menuntun menyentuh mem*knya yang dari setadi sudah basah. kont*l gw di gesek gesek terlebih dahulu di bibir permukaan mem*knya.

Menyentuh, mengesek dan membelah bibir mem*knya
yang mengemaskan. Perlahan kont*l gw menerobos bibir mem*knya yang montok itu. Perlahan lahan kont*l gw seluruhnya terbenam didalam liang kenikmatannya. Goyangan pinggulnya mbak dian membuat gw nikmat banget. Semakin lama semakin membara pinggul yang dihiasi bongkahan pantat semok itu bergoyang mempermainkan kont*l gw yang terbenam didalam mem*knya.......

Wednesday, July 30, 2008

Masturbasi Pertamaku

Nama asli saya bukan Vita, tetapi karena Arthur sudah memakai nick name itu untuk saya, ya saya tetap pakai nama Vita saja. Tinggi saya 168 cm, putih, rambut sebahu, dan sejak SMP orang-orang bilang saya mirip sekali dengan peragawati Donna Harun. Awalnya saya bangga dibilang begitu karena mirip peragawati tetapi lama kelamaan saya menjadi segan.

Pernah bulan lalu, mungkin karena saking miripnya dengan si Donna, seorang wartawan Infotainment melihat saya sedang Jalan-jalan di Plaza Senayan dan ia langsung menghampiri saya dan menanyakan sesuatu tentang fashion. Saya awalnya terheran-heran tetapi langsung saya bilang, “Salah orang, Mas!” hehehe..

*****

Saya suka sekali masturbasi. Sejak SMP gairah seks saya tinggi sekali. Tetapi saya bisa meredam gejolak seks saya. Saya dibesarkan di lingkungan keluarga yang taat beragama. Pertama kali masturbasi terjadi ketika saya sudah lulus SMP. Waktu itu saya dan teman-teman (laki dan perempuan) sedang nongkrong di rumah teman setelah seharian mengurus STTB.

Si Harry datang dan membawa sebuah kaset video porno dan langsung menyetel film itu di rumah temanku. Kami semua langsung menonton. Saya sendiri baru pertama kali menonton film porno dan ada perasaan jijik dan bergairah. Setelah selesai menonton film, kami pun pulang ke rumah. Karena saya membawa mobil sendiri, saya mengantar Harry dan 3 orang teman ke halte bis terdekat.

Setiba di rumah, saya memarkir mobil di garasi lalu sebelum keluar dari mobil perhatian saya tertuju pada kaset video yang tergeletak di jok mobil bagian belakang. Rupanya kaset itu terjatuh dari tas Harry. Segera saya masukkan video itu ke tas saya lalu saya langsung masuk kamar. Saat itu sudah jam 21:30, kedua orang tuaku sudah tidur.

Saya bergegas mandi lalu mengganti baju. Setelah itu dengan deg-degan, saya memutar film porno itu di kamar saya karena kebetulan saya punya TV dan video player sendiri. Dengan penuh minat, saya perhatikan adegan-adegan ML, saya perhatikan bentuk kelamin pria dan wanita. Saya bisa lebih santai melihatnya dibandingkan tadi sore karena malu apabila terlihat terlalu serius.

Ada satu adegan dimana si wanita sedang rebahan di tempat tidur dalam keadaan telanjang. Si wanita memainkan jarinya di selangkangan dan payudaranya sambil mendesah dengan penuh nikmat. Saya menjadi penasaran untuk mencoba. Saya selipkan tangan kananku ke dalam celana dalamku lalu meraba vagina. Saya tidak merasakan kenikmatan. Kemudian saya perhatikan si wanita itu membuka bibir vaginanya. Saya lalu mencoba membuka bibir vaginaku dengan jari telunjuk dan jari tengah lalu tangan kiriku mulai mengusap vaginaku. Sontak tubuhku langsung seperti disetrum.

Saya merasakan sebuah kenikmatan yang luar biasa. Saya mencoba memainkan klitoris. Saya elus, putar dan pilin. Oh nikmatnya! Nafas saya mulai mendesah-desah kenikmatan seperti si wanita itu. Akhirnya saya langsung membuka semua bajuku dan tidur telanjang bulat di tempat tidur. Kembali tangan kananku memainkan klitoris sedangkan tangan kiriku meremas-remas payudaraku yang saat itu berukuran 34A. Rasanya seperti mengawang di surga. Nikmatnya tiada tara.

Saya mulai mempercepat gerakan jariku di klitoris, semakin cepat hingga akhirnya tubuhku seperti kembali disengat listrik. Tubuhku mengejang. Ada rasa lega yang tidak bisa saya lukiskan. Vagina dan selangkanganku basah dengan cairan. Saya merasakan si wanita di film itu juga merasakan hal yang sama dengan saya. Si wanita itu menjilat jarinya yang basah oleh cairan dari vaginanya. Saya mencoba menjilat jariku, rasanya sedikit asin. Setelah masturbasi pertama itu, saya tertidur dengan nyenyak. Sekitar jam 3 pagi, saya terbangun dan kembali hasrat seks saya bangkit kembali dan saya kembali bermasturbasi.

Semenjak itu, saya senang sekali bermasturbasi hingga saya pertama kali ML seperti yang sudah diceritakan dalam “Arthur: Vita & Seks Pertama”. Umumnya saya masturbasi hanya dengan tangan. Saya mencoba memakai ketimun tetapi kurang bisa saya nikmati karena terasa aneh di vaginaku.

Pada waktu saya kelas 1 SMA di tahun 1990, ada sebuah long weekend karena ada hari libur nasional yang jatuh pada hari Sabtu. Orang tua saya meminta saya untuk menemani mereka ke Singapore untuk check up. Akhirnya berangkatlah kita bertiga ke Singapore. Kami menginap di hotel Mandarin dan orang tua saya check up di Rumah Sakit Mount Elizabeth. Orang tua saya perlu melakukan beberapa tes kesehatan yang bisa memakan waktu beberapa jam.

Daripada bosan menunggu di rumah sakit, saya minta ijin untuk Jalan-jalan ke Orchard Road dan nanti janjian ketemu di hotel. Di sepanjang Orchard Road, saya keluar masuk toko-toko hingga saya menjumpai sebuah toko kecil yang menjual peralatan-peralatan untuk seks. Saya baru pertama kali melihat toko itu dan dengan terheran-heran saya masuk ke dalam.

Berbagai macam kondom dijual dan dipajang di rak-rak. Buku-buku seputar seks bahkan dildo juga dijual. Dildo adalah penis tiruan terbuat dari karet yang dipakai wanita untuk masturbasi. Bentuknya bermacam-macam. Ada dildo yang dibuat mirip sekali dengan penis, ada dildo yang dibuat berbentuk tabung oval stainless steel, bahkan ada juga dildo yang dibuat bercabang sehingga si wanita bisa memasukkannya ke dalam vagina dan anusnya secara bersamaan. Awalnya saya mau nekat membeli dildo yang bercabang tetapi saya urungkan niat itu dan saya pilih dildo yang mirip penis asli.

Saya berjalan menuju kasir. Di sebelah saya ada seorang pria tinggi dan tegap dengan potongan rambut cepak. Ia berkata kepadaku..

“Jangan lupa beli jel pelumas karena nanti bisa lecet” seraya menunjuk ke botol yang dipajang dirak.

Sambil tersenyum malu, saya menghampiri rak botol jel pelumas dan mengambil satu.

“Kamu orang Indonesia ya?” kata pria itu dalam bahasa inggris.
“Iya, kok tau?” saya membalas dengan bahasa inggris.
“Banyak orang Indonesia disini, saya bisa membedakannya. Nama saya Richard Chen”
“Saya Vita”

Richard membayar ke kasir satu kotak kondom lalu saya kemudian membayar dildo dan botol jel. Selesai membayar, Richard memberikan kartu namanya padaku dan berkata.

“Kalau anda perlu bantuan dalam memakai barang itu, saya bersedia membantu”
“Nanti saya pikirkan” kata saya sambil menerima kartu namanya. Setelah itu kami berpisah.

Dengan tergesa-gesa saya berjalan kembali ke Hotel Mandarin. Setiba di kamar (saya tidur di kamar sendiri), saya langsung membuka bungkusan dildo dan botol jel. Kemudian saya membuka seluruh bajuku dan telanjang bulat di tempat tidur membaca petunjuk pemakaian yang tertera di kotak dildo. Saya memperhatikan dengan seksama dildo itu. Memang sangat mirip dengan penis asli. Bentuknya cukup besar sekitar 30 cm, diameter 4cm dan berwarna coklat muda. Saya berpikir apakah ini muat dalam vagina saya? Mari kita coba!

Saya merebahkan diri di tempat tidur lalu membuka lebar kakiku kemudian dildo saya arahkan ke vaginaku. Tak lupa saya oleskan jel pelumas di seluruh dildo kemudian saya mulai masukkan dengan perlahan ke vagina. Awalnya agak seret tetapi dengan sabar saya masukkan hingga mentok diujung vagina. Setelah itu saya mulai tarik lagi keluar.

Saya menikmati setiap senti dari dildo yang masuk dalam vaginaku. Mataku terpejam menikmati sensasi ini. Setelah dildonya keluar semua, kembali saya masukkan dan kali ini lebih cepat. Akhirnya vagina saya sudah terbiasa dengan dildo itu sehingga saya bisa mengocok dildo dengan cepat. Nafas saya memburu dengan cepat. Keringat saya mengucur disekujur tubuhku. Payudara kuremas-remas sembari mengocok dildo di vagina.

Ada sekitar lima menit saya memainkan dildo itu dalam vaginaku hingga saya orgasme pertama. Setelah itu saya membalikkan badan dalam posisi menungging dan memasukkan dildo dari arah belakang. Saya melihat bayangan tubuhku di cermin yang digantung di atas meja. Saya merasa seksi sekali. Mulutku terbuka lebar dan mataku setengah terpejam menikmati dildo yang dimasukkan ke vaginaku dari arah belakang.

Saya merapatkan kedua belah kakiku hingga dildo itu rasanya bisa saya tekan dengan kuat dengan otot selangkanganku. Payudaraku yang bergelantungan tampak bergoyang-goyang mengikuti irama gerakanku. Beberapa menit kemudian, kembali saya orgasme. Saya langsung roboh ke kasur. Tubuhku basah oleh keringat. Cairan vaginaku membasahi sedikit sprei tempat tidur. Saya beristirahat sejenak sementara dildo itu masih di dalam vaginaku.

Saya lalu mendapat ide baru. Saya mengeluarkan dildo itu dari vagina lalu saya mengambil kursi. Kursi itu mempunyai sandaran yang dibuat dari beberapa kayu yang tegak lurus dan ada jarak dari antara satu kayu ke kayu lain. Saya selipkan dildo itu di antara kayu itu. Karena ukuran dildo yang besar, maka dildo itu bisa diselipkan dan tidak bergoyang sama sekali. Dildo itu mengacung membelakangi kursi. Saya lalu menggeser kursi itu ke arah meja rias. Lalu saya menungging bertopang pada meja rias sedangkan vagina kuarahkan pada dildo.

Saya melihat posisiku yang cukup lucu karena saya berada dalam posisi doggy style dan dildo itu ditopang dalam sandaran kursi. Lalu mulai kembali saya perlahan memaju mundurkan pantatku. Dildo bisa masuk dengan baik dan kursinya sendiri tidak bisa bergeser kemana-mana karena tertahan oleh tempat tidur. Saya mulai mempercepat irama gerakanku. Gairah seksku seperti tiada hentinya bergelora dalam diriku. Sepertinya dildo ini bisa memahami keinginan seksku yang tinggi.

Berkali-kali saya hunjamkan dildo itu ke dalam vaginaku. Vaginaku terasa berdenyut-denyut menerima sensasi seks yang diterima dari dildo itu. Nafasku tersengal-sengal. Rambutku berantakan dan keringat kembali bercucuran di dadaku. Saya meremas kedua belah payudaraku dengan gemas sembari terus memacu vaginaku dalam dildo itu. Saya ingat waktu itu dalam tempo waktu 15 menit bersetubuh dengan dildo dalam posisi tersebut, saya orgasme kurang lebih 6 kali.

Akhirnya saya berhenti karena kecapaian. Saya melepaskan dildo itu dari vaginaku dan mencopotnya dari sandaran kursi. Saya membaringkan tubuhku yang lunglai di tempat tidur lalu tertidur selama 1 jam. Begitu terbangun, saya langsung buru-buru membereskan kamarku dan membuang bungkusan dildo dan jel pelumas. Dildo itu sendiri saya cuci lalu saya bungkus didalam kaos beserta botol jel pelumas supaya tidak ketahuan ibuku.

Saya melihat kartu nama si Richard di tasku. Sempat terlintas ide untuk menelepon dia dan siapa tahu bisa diajak bersetubuh. Tetapi saya urungkan niat itu karena beresiko tinggi ketahuan orang tua. Lagipula saat ini saya sedang senang bermain-main dengan dildo baruku.

Hingga sekarang, saya sudah memiliki tiga buah dildo. Yang pertama adalah dildo pertama yang saya beli di Singapore, kemudian dildo yang model bercabang dan ketiga dildo yang bisa bergetar sendiri memakai baterai. Kedua dildo itu saya beli di Amerika. Tamat


Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates